PENERAPAN HASIL PEMBELAJARAN IPS DALAM DUNIA NYATA


PENDAHULUAN

Latar belakang
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap metal positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampill mengatasi setiap masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Satu misi pendidikan IPS adalah mendidikan nilai kepada peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Nilai yang dididikan bukan sebatas  pada introduction and comprehension semata-mata, namun bagaimana pembelajaran IPS yang dilakukan oleh guru mampu memfasilitasi peserta didik untuk memahami, menganalisis, dan menginternalisasikan nilai, sehingga akhirnya manjadi kepercayaan dalam kehidupan mencakup : sistem sosial (sosiologi); gejala alam dan kehidupan (geografi); sumber daya dan kesejahteraan (ekonomi); kebudayaan (antropologi); waktu, kesinambungan, dan perubahan (sejarah); serta perubahan masyarakat (sosiologi dan antropologi). Sehingga dari pembelajaran IPS ini, para peserta didik diharapkan mampu mengembangkan ketermpilan dalam meneliti/penelitian, menganalisa, menginterpretasi dan mengkomunikasikan pengetahuan dan pengetahuan konseptualnya. Peran pendidikan IPS diantaranya adalah untuk perencanaan sosial adalah kegiatan untuk mengatasi berbagai hambatan perencanaan. Sosial lebih bersifat preventif, oleh karena itu kegiatannya berupa pengarahan-pengarahan dan bimbingan sosial mengenai cara-cara hidup bermasyarakat yang lebih baik.
Kedudukan IPS begitu unik karena harus mempersiapkan dan mendidik peserta didik untuk hidup dan memahami dunianya, dimana kualitas personal dan kualitas sosial menjadi sangat penting. IPS memerankan peranan yang signifikan dalam mengarahkan dan membimbing anak didik pada nilai-nilai dan perilaku demokratis, memahami dirinya dalam konteks kehidupan masa kini, memahami tanggung jawabnya sebagai bagian dari masyarakat global yang interdependen. Dengan mengembangkan aspek-aspek keterampilan melalui IPS secara benar, kita dapat berharap bahwa para siswa dapat menjadi warga masyarakat yang mampu berinteraksi sosial dan berkomunikasi sosial dengan baik, bekerja sama dan membangun jejaring sosial, memiliki kesadaran sosial, rasa empati dan kepedulian kepada orang yang membutuhkan, serta dapat menyelesaikan konflik sosial secara benar dan demokrasi.
Setelah peserta didik memahami materi dalam IPS. Peserta didik diharapkan bisa menerapkan hasil pembelajaran IPS kedalam kehidupan nyata agar peserta didik mampu berkomunikasi dan berintersaksi sosial serta memahami masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitarnya. Bagaimana hasil pembelajaran IPS yang dipelajari di kelas  diterapkan di kehidupan nyata? Dalam makalah ini saya akan mencoba memaparkannya.




PEMBAHASAN
Manfaat dan Tujuan Ilmu-ilmu Sosial Dalam Kehidupan Nyata
Pada umumnya sebagai tujuan ilmu-ilmu sosial disebut dua hal: meramalkan dan mengendalikan perilaku manusia. Dengan begitu maka ilmu-ilmu sosial menjadi sarana bagi manusia untuk bertindak. Ini sesuai dengan gagasan AUGUSTE COMTE yang mengusulkan sebutan ‘tehnik sosial’ untuk ilmu kemasyarakatannya. Juga dengan gagasan QUETELET yang memperkenalkan ‘fisika sosial’ untuk ilmu yang menelaah kehidupan masyarakat.
Sebenarnya terdapat analogi antara pengendalian alam dan pengendalian masyarakat. Baik ilmu-ilmu soosial maupun ilmu-ilmu irelevan secara moril. Dalam bekerjanya, ilmu-ilmu sosial diharapkan menggantikan filsafat politik dengan teropong-teropong teknokratis, sehingga dengan metode ilmu alamiah dapat memanfaatkan ilmu-ilmu sosial untuk mengatur perkembangan masyarakat dalam mengejar kemakmuran. Inilah yang dinamakan usaha birokratisi ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu sosial dijadikan pragmatis dan memiliki arti politis yang penting bagi para perencana yang menginginkan usahanya bejalan dengan efektif.
Timbulah pertanyaan baru, yakni dapat tidaknya masa depan manusia diramalkan dan dikendalikan seperti halnya tindakan manusia didalam ilmu-ilmu alamiah. Ilmu sejarah berpendapat bahwa dapat diduga berdasarkan hukum-hukum sejarah, akan tetapi dapatkah faham ini begitu saja dioperkan kepada ilmu-ilmu sosial? Memang bedasarkan keterangan kausal dapat diadakan peramalan melalui generalisasi sejarah. Terlebih dahulu dianalisis kekuatan-kekuatan yang mendorong perubahan-perubahan sosial yang menciptakan sejarah manusia. Dorongan-dorongan itu dapat bersifat rohani maupun materiil. Dan kedua-duanya mewujudkann dorongan-dorongan universal bagi kehidupan manusia.
Faham tersebut di atas diikuti oleh aliran historisisme yang coraknya ‘sosial deterministis’. Pendapat tersebut tak dapat disamakan dengan fanatisme yaitu penyerahan diri kepada takdir Karena historisisme  mendukung suatu aktivisme. Hanyalah rencana-rencana yang sesuai dengan arus utama dalam gerak sejarah dapat mencapai tujuannya. Berbagai tujuan manusia yang pada dasarnya dipandang tak  dapat mengubah arah jalannya sejarah, tetapi dapat saja menyingkatkan atau memanjangkan temponya, sesuai dengan maksutnya dalam mengurangi kepedihan rasa sebagaimana yang dialami oleh manusia. Faham KARL MAX juga ada dalam pola ini disitu acap kali disebut-sebut tentang istilah ‘kebidanan sosial’.
Perlu dijelaskan bahwa determinisme adalah pandangan tertentu yang mengatakan bahwa segala kejadian  di dunia ini merupakan suatu pertalian utuh dari sebab akibat sedemikian rupa  sehingga setiap kondisi ditentukan oleh kondisi yang sebelumnya. Jadi didalamnya terkandung keharusan serta ketetapan pasti yang ditentukan oleh hukum-hukum yang ketat dari sebab dan akibat. Detrminisme kita dapati misalnya dalam ilmu sejarah, ekonomi, geografi dan sosiologi.



Pembelajaran IPS Untuk Pengembangan Partisipasi Sosial
Belajar IPS tidak cukup hanya dalam bentuk hapalan atau hanya melatik daya ingat sehingga ada kesan siswa disamakan dengan robot yang harus menuruti keinginan dan perintah guru. Belajar IPS hendaknya dapat memberdayakan siswa sehingga segala potensi dan kemampuannya, baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dapat berkembang. Semua kemampuannya ini dapat diwujudkan dalam proses pembelajaaran melalui aktifitas pelatihan partisipasi dalam kehidupan kemasyarakatan. Jarolimek dan Parker (1993) mengemukakan bahwa ujian yang sesungguhnya dalam IPS terjadi ketika siswa berada di luar sekolah, yakni hidup di masyarakat. Apabila sekolah memberikan wawasan baru kepada siswa, meningkatan keterampilan atau , atau kesadaran dan kepekaan yang tinggi  tentang masalah-masalah kemasyarakatan, maka sejak dalam proses pembelajaran di sekolah, para siswa perlu diperkenalkan bagaimana perilaku di luar sekolah, baik sebagai anak-anak maupun sebagai orang dewasa. Dengan kata lain, tujuan IPS hendaknya diuji dengan cara peserta didik menerapkan konsep yang diperoleh di kelas untuk dipraktikkan dalam kehidupan di masyarakat.
Agar dapat aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, para siswa tidak berarti harus serba tahu semua isu-isu kemasyarakatan. Namun, apa yang perlu dilakukan oleh siswa, paling tidak adalah dapat tau sebaiknya terlibat dalam setiap kegiatan untuk menjembatani kesenjangan antara apa yang dipelajari di sekolah dengan dunia nyata tempat para siswa itu berada. Mereka hendaknya dapat mempraktikkan keterampilan dan menerapkan pengetahuannya serta mempersiapkan mereka agar menjadi orang yang cerdas dan bertindak secara tanggung jawab dalam urusan kemasyarakatan dimana mereka berada dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Model pembelajaran partisipasi sosial sangatlah dianjurkan untuk diterapkan oleh guru IPS, khususnya dalam mengajarkan konsep yang memerlukan keterampilan.  Selain itu, konsep yang diajarkan di kelas memiliki banyak kegunaan praktis bagi siswa. Meskipun demikian pembelajaran partisipasi ini hendaknya didukung oleh guru yang memiliki mobilitas yang tinggi dalam kancah realita kehidupan atau memiliki relasi dengan masyarakat atau orang tua siswa. Dengan kata lain, sekolah akan menjadi media dalam membantu komunikasi antara siswa dengan pihak masyarakat.
Untuk menjawab mengapa perlu mengembangkan proses pembelajaran partisipasi sosial, terlebih dahulu perlu ada perubahan terhadap pendapat yang menyatakan bahwa “ sekolah hanyalah sebagai lembaga yang mempersiapkan para siswa agar menjadi warga negara yang baik dan beguna.” Pendapat ini mengandung kekeliruan karena mengandung konotasi bahwa siswa bukanlah warga negara. Padahal kenyataanya, siswa juga adalah warga negara yang memiliki tanggung jawab moral, mempunyai hak dan kewajiban, mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum untuk berpartisipasi sesuai dengan kemampuan dan statusnya. Oleh karena itu sekolah hendaknya dapat melakukan pembinaan dan melatih siswanya agar menjadi warga negara yang baik.
Warga negara atau masyarakat bukan hanya terdiri atas orang-orang dewasa semata, para remaja dan pemuda merupakan salah satu bagian penting sebagai anggota masyarakat atau warga negara. Mereka adalah harapan masa depan yang akan menggantikan orang dewasa. Akan seperti apa nasib bangsa di masa depan akan banyak ditentukan oleh kondisi, kemampuan, aktifitas dan partisipasi mereka saat itu. Oleh karena itu sejak saat ini mereka perlu mengikut sertakan dalam kegiatan kemasyarakatan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya.
Kosasih Djahiri (1979) mengemukakan bahwa anak muda perlu ikut serta dalam realita kehidupan bukan hanya sebagai penonton melainkan lansung sebagai pelaku. Namun sebelum dan selama proses partisipasi tersebut, para remaja perlu dibina, dijembatani dan dibimbing sehingga tidak akan terjadi suatu gap (kesenjangan) yang terlalu lebar antara generasi baru dengan generasi lama. Lebih lanjut, Kosasih Djahiri (1979) mengemukakan beberapa keuntungan dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kegiatan partisipasi sosial sebagai berikut:
·         Bahwa segala kegiatan kemasyarakatan yang melibatkan siswa memiliki kegunaan timbal balik, baik bagi siswa maupun masyarakat setempat
·         Bahwa kegiatan tersebut akan mendapat bantuan atau dukungan pihak lain sepanjang kegiatan itu besifat positif
·         Bahwa kegiatan tersebut akan merangsang, membantu, mengembangkan kemampuan intelektual, etika dan moral siswa
·         Bahwa kegiatan partisipasi sosial akan membentuk siswa memiliki kematangan dan kemampuan untuk bekerja di masyarakat
·         Agar program tersebut berhasil guna maka program pembelajaran hendaknya disusun secara sistematis dan terorganisir sehingga sesuai dengan tingkat pengetahuan, kemampuan, dan pengetahuan siswa
Agar pembelajaran partisipasi sosial dapat berjalan dengan baik, maka perlu di susunan program dengan langkah-langkah sebagai berikut :
L
PENETAPAN TUJUAN INTRUKSIONAL
angkah-langkah kegiatan partisipasi sosial
PEMBELAJARAN KONSEP
PENENTUAN PILIHAN TOPIK/MASALAH
UNTUK PROYEK PARTISIPASI
PEMBUATAN SKENARIO  PILIHAN PARTISIPASI PPPARTISIPASIPILIHAPARTISIPASI
MEMBUAT LAPORAN KERJA (REPORTING)
DISKUSI KELAS
PENYIMPULAN PROYEK
DISKUSI KELAS
LATIHAN DAN PERSIAPAN PROYEK PARTISIPASI
PELAKSANAAN PROYEK PARTISIPASI















Langkah-langkah kegiatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
·         Penetapan tujuan pembelajaran dilakukan oleh guru berdasarkan SK/SD dan memadukannya dengan keadaan riil dan kondisi siswa serta lingkungannya.
·         Setelah merumuskan tujuan, maka kegiatan selanjutnya guru melakukan pembelajaran atau menyampaikan isi pelajaran yang meliputi konsep atau pengetahuan, sikap dan nilai.
·         Pada tahap penentuan pilihan topik atau masalah ini, proses perumusan masalah dapat dilakukan oleh guru atau bersama-sama antara guru dan siswa maupun oleh siswa secara kelompok berdasarkan minatnya masing-masing. Dilanjutkan apabila masalah itu dirumuskan oleh siswa sebaiknya dilakukan secara kelompok. Penyusunan skenario dilakukan oleh guru atau siswa dengan bantuan guru. Pembahassan tentang bagaimana skenario itu dilakukan langkah demi langkah dilakukan secara bersama-sama.
·         Diskusi kelas dilakukan untuk membahas rancangan prosyek secara kelompok. Pada saat ini setiap siswa mempunyai kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan argumen ketika menanggapi setiap proyek termasuk skenario untuk penyempurnaan. Peran guru pada tahap ini adalah mengarahkan dan menjelaskan terhadap pertanyaan siswa.
·         Pada saat latihan atau tahap persiapan untuk partisipasi, setiap pimpinan kelompok  dan anggota masing-masing melatih perannya serta melakukan persiapan seperlunya. Peran guru pada tahap ini adalah melakukan pengarahan, bantuan dan bimbingan dalam proses simulasi.
·         Pada saat kegiatan atau pelaksanaan proyek partisipasi, siswa melakukan kegiatannya sedangkan guru tetap melakukan pembinaan, memberi bantuan dan mendorong para siswa.
·         Setelah selesai melakukan kegiatan, partisipasi, setiap siswa secara individual atau secara kelompok membuat laporan pengalamannya secara tertulis, untuk mempermudah para siswa membuat laporan, maka guru membantu membuat kerangka umum (sistematika) laporan.
·         Setelah para siswa itu membuat laporan, maka selanjutnya laporan itu dibawa ke kelas untuk didiskusikan. Setiap siswa atau melalui ketua kelompoknnya melaporkan pengalamannya dan siswa lain memanfaatkan, menanggapi dan mengomentari isi laporan tersebut. Peran guru adalah melakukan pembinaan dan membantu memberikan sumbangan pemikiran dan informasi apabila terjadi suatu kemacetan pembicaraan
·         Pada tahap akhir kegiatan, guru dan atau bersama siswa membuat kesimpulan serta rekomendasi yang akan menjadi masukan bagi sekolah, masyarakat atau pihak pemerintah (pengambil kebijakan).
            Dari semua pemikiran di atas, tampak bahwa belajar IPS tak cukup hanya menekuni buku dan tinggal di dalam kelas. Belajar IPS memerlukan tindakan nyata (real action) baik ketika menerapkan teori ataupun dalam rangka melakukan percobaan di masyarakat.  Partispasi di masyarakat secara langsungakan menghasilkan pengalaman yang sangat berharga, khususnya bagi calon guru yang perlu menelaah dan mendalami tentang karakteristik kehidupan masyarakat tempat mereka bekerja. Dari model pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang siswa yang turut serta berpartisipasi sebagai warga negara dituntut mengunakan segala kemampuannya : pengetahuan, sikap dan ketermpilan yang dipelajari di sekolah, di kelas IPS, di keluarga, di masyarakat sebagai dasar partisipasi. Mengaitkan kelas dengan masyarakat memberikan banyak kesempatan bagi siswa untuk mempelajari kemampuan dasar dalam berpartisipasi.  Welton dan Malan (1988) menyarankan bahwa untuk belajar berpartisipasi dalam masyarakat, maka para siswa dalam kelas IPS perlu dibelajarkan sejumlah keterampilan sebagai berikut :
·         Bekerja dalam kelompok secara efektif, meliputi belajar mengorganisir, merencanakan, mengambil keputusan dan mengambil tindakan.
·         Membentuk koalisi kepentingan dengan kelompok lain
·         Melakukan ajaran, berkompromi dan melakukan bargaining.
·         Bersikap sabar dan tekun dalam bekerja untuk mencapai tujuan.
·         Berusaha memperbanyak pengalaman dalam situasi budaya yang berbeda-beda.
Bagaimana bentuk kegiatan partisipasi sosial yang dapat dibelajarkan dalam IPS?  Kosasih Djahiri (1979) mengemukakan sejumlah bentuk kegiatan kemasyarakatan antara lain sebagai berikut:
1.      Kegiatan sosial politik
2.      proyek kemasyarakatan
3.      Proyek sosial (sukarelawan)
4.      Studi kemasyarakatan
5.      Permagangan, dan
6.      Program model.
            Bentuk kegiatan manakah yang akan diterapkan oleh guru. Tentu saja harus sejalan dengan kondisi siswa dan masyarakat setempat. Guru dapat memilih dan menyesuaikan kegiatan tersebut sesuai dengan karakteristik siswa. Partisipasi siswa dalam kegiatan sosial politik bukan berati siswa harus diterjunkan dalam kegiatan partai politik atau kegiatan pemerintah dan kenegaraan. Partisipasi siswa ini berarti siswa diterjunkan dalam kancah kehidupan nyata di masyarakat baik di bidang budaya, ekonomi, dan politik untuk turut memengaruhi mengarahkan masyarakat agar menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Mereka dapat berpartisipasi dalam membantu pemerintah berkampanye menyukseskan pembangunan, keluarga berencana, membantu masyarakat korban banjir, bencana alam, mencegah polusi, membantu di bidang kemanusiaan seperti PMR, P3K, polisi sekolah, dan sebagainya. Agar siswa dapat berperan aktif di masyarakat maka mereka perlu dibekali pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang bidang tersebut termasuk pengetahuan dan keterampilan teknik berkomuniasi sosial.
            Kegiatan siswa dalam proyek kemasyarakatan adalah partisipasi siswa secara sukarela dalam proyek yang sedang digarap oleh masyarakat. Kegiatan dalam rangka pembelajaran ini hendaknya dirancang terlebih dahulu oleh guru bersama masyarakat. Oleh karena itu antara sekolah dan masyarakat perlu dijalin hubungan yang erat. Bentuk kegiatannya dapat yang bersifat insidental seperti pertolongan korban banjir, kebakaran, gempa bumi, peristiwa kecelakaan lalu lintas, kerja bakti, kebersihan lingkungan dan sebagainya. Partisipasi siswa dalam proyek sosial (relawan) lebih diarahkan pada partisipasi siswa dalam usaha pelayanan sosial, seperti PMI, jawatan sosial, panti asuhan, perawatan orang tua (jompo), yatim piatu dan lain-lain. Tujuan partisipasi dalam bidang ini disamping penerapan ilmu/teori, juga memberi kesempatan kepada siswa untuk langsung mengalami praktik hidup untuk saling menolong atau membantu serta manghayati dan merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain (tenggang rasa). Sehingga para siswa pun secara otomatis akan memiliki empati. Peran guru dalam sikap ini adalah bekerja sama dalam kegiatan ini adalah bekerja sama dengan sekolah dan masyarakat dalam mempersiapkan lokasi serta waktu dan tempat bagi siswa melaksanakan proyek. Partisipasi siswa dalam studi kemasyarakatan adalah kegiatan siswa dalam mempraktikan kegiatan keterampilan yang telah dipelajari di dalam kelas IPS. Misalnya, bagaimana metode inkuiri dapat diaplikasikan di masyarakat langkah demi langkah mulai dari  mengidentifikasi, merumuskan masalah sampai merumuskan kesimpulan. Melalui kegiatan ini para siswa diajak untuk mengenal masalah-masalah sosial dan mencoba memecahkan masalah tersebut melalui pola berfikir ilmiah.








PENUTUP
Kesimpulan
            Dari hasil pembahasan tentang penerapan pasil pembelajaran IPS Dalam kehidupan nyata, maka dapat diambil kesimpulan:
1.      tujuan ilmu-ilmu sosial disebut dua hal: meramalkan dan mengendalikan perilaku manusia.
2.      Model pembelajaran partisipasi sosial sangatlah dianjurkan untuk diterapkan oleh guru IPS, khususnya dalam mengajarkan konsep yang memerlukan keterampilan. 
3.      Belajar IPS tak cukup hanya menekuni buku dan tinggal di dalam kelas. Belajar IPS memerlukan tindakan nyata (real action) baik ketika menerapkan teori ataupun dalam rangka melakukan percobaan di masyarakat.

Demikianlah yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubunganya dengan makalah ini. Penulis berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Daftar pustaka
-          SAPRIYA., Pendidikan IPS konsep dan pembelajaran, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009.
-          DALDJOENI, N., Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (Untuk Mahasiswa IKIP (FKIP) dan guru sekolah lanjutan), Alumni, Bandung, 1978.
-          DALDJOENI, N., Dasar-dasar ilmu pengetahuan sosial (Pengantar Pagi Mahasiswa dan Guru), alumni, Bandung, 1981.

0 komentar :

Posting Komentar

Cancel Reply

Berbagi itu indah

Diberdayakan oleh Blogger.